Wednesday 11 January 2012

Jari-Jari Putus


Bukan anak namanya kalau setelah menyakiti orang tua, dan membuatnya sedih, hatinya merasa tidak teriris. Dan saya berarti termasuk anak, karena saya pernah merasakan itu. Menyesal, menyesak, sedih dan perasaan gundah yang lainnya bercampur aduk ketika setelah bertengkar dengan ibu saya.

Seandainya bisa memutar waktu, (ya,Cuma itu jurus andalan) saya lebih memilih diam saat ibu marah dari pada saya menyahuti dengan jiwa yang penuh emosi hingga kata-kata yang keluar tidak berkenan masuk di hati ibu. Yang ada, malah membuat ibu sedih dan sakit hati.
Tidak hanya menyesal, bahkan saya mendapatkan bukti fisik akibat perbuatan saya itu.
Suatu hari, ketika setelah bertengkar adu mulut dengan ibu, dan saya yang kurang ajar tidak mau mengalah, saya mendapatkan akibatnya. Setelah pertengkaran selesai, (tapi masih menyimpan emosi) saya mengambil pisau. Wow? Untuk apa? Untuk memotong bambu di samping rumah. Saya suka bermain-main yang ekstrem kalau sedang kalut.

Bambu saya pegang menggunakan tangan kiri, dan tangan kanan membawa pisau. Pisau mulai beraksi untuk memotong bambu. Dan “Jrotttt” berhasil!!

Berhasil memotong jari telunjuk tangan kiri saya.

Begitu kuatnya pengaruh ibu. Setelahnya saya menangis. Bukan menangis karena sakit akibat jari saya yang sudah bercucuran darah. Tapi menangis karena menyesal, mengapa sampai hati saya menyakiti ibu. Ya inilah yang dinamakan mulutmu bencanamu.

Dari sana  saya bisa mengambil pelajaran yang mendalam. Ibu ada untuk dilindungi, dikasihi, diberikan kelembutan. Tanpa ibu kita tidak akan jadi apa. Tanpa ibu, semuanya akan gelap. Karena dalam jiwa ibu bersemayam banyak lilin yang terang, menuntun jiwa kita yang terseok dan rentan.

No comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar yapss!! biar saya tau jejak Anda.. =)