Wednesday, 11 January 2012

Ibu yang Selalu Merelakan


Ibu adalah mata hati, penyayang bagi gelapnya nurani. Saat badai berhembus, berlindunglah di lengan ibu. Ibu senantiasa menjadi pelindung dan penyaman saat keadaan semakin ambigu. Saat kita melihat mata ibu, maka yang terkenang bukan kebaikannya. Bukan seberapa banyak yang ibu berikan kepada kita, tapi perjuanganya, seberapa berharganya satu keistimewaan yang ibu tunjukkan kepada kita untuk kita rangkul dan renungi bersama.

Dulu, saya teringat satu cerita. Saat saya masih kelas nol kecil TK dan rumah kami masih terbuat dari kayu. Ibu adalah buruh di salah stau pabrik kerupuk di desa saya. Setiap hari ibu harus bangun tepat jam empat subuh dan berangkat kerja pada jam lima pagi. Kemudian ibu pulang kerja jam 5 sore. Hampir dua puluh empat jam ibu bekerja, hanya untuk apa? Untuk saya dan kakak saya saat itu. Hanya untuk makan dan biaya sekolah kami.
Setiap hari, teman-teman saya diantarkan oleh ibu mereka masing-masing ketika sekolah. Ditungguin di depan pintu kelas. Setiap mereka istirahat mereka selalu merangkul ibunya dan bermanja meminta jajan ini itu. Saya melihat di sekeliling saya, kok ya rasanya Cuma saya yang tidak bisa seperti itu. Hampir semuanya ditungguin ibu mereka kecuali saya.

Setiap hari saya berangkat sekolah sendirian. Berjalan kaki sambil menendang-nendang kerikil di jalanan. Setiap melihat teman-teman saya yang kebetulan berpapasan ketika berangkat atau pulang sekolah dibonceng ibunya, saya selalu menundukkan kepala. Malu, ibu saya tidak bisa seperti itu. Beliau harus kerja.

Akhirnya setelah tidak kuat menahan iming-iming itu, saya mengatakannya kepada ibu, “Bu, ibu besok ngga boleh kerja ya?” “Loh. Kenapa?” “Aku pengen diantarkan ke sekolah kayak teman-teman” “Hem....” ibu akhirnya tersenyum meskipun tidak berkata apapun.

Beberapa waktu kemudian, ada teman kerja ibu yang termasuk juga tetangga saya yang datang ke rumah. Tanya tentang pekerjaan kepada ibu. Saya lega, karena ibu mengatakan, “Besok saya mulai tidak bekerja, anak saya tidak mengizinkan saya bekerja.” Akhirnya saya yang tersenyum. Haha

Ternyata, meskipun ibu tidak bekerja, ketika sekolah saya tetap berangkat sendirian. Tidak ditemani ibu seperti teman-teman. Karena setelah ibu mengatakan tidak bekerja, ibu berkata lagi, “Tapi ibu hanya menemani kamu di rumah, menyiapkan makanan, seragam, dan mengajak belajar. Untuk pergi ke sekolah, harus tetap sendiri. Besok kalau besar tidak bisa jadi jagoan kalau mesti minta ditemenin ibu. Jadi sekolah harus tetap sendiri. Ok?”

No comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar yapss!! biar saya tau jejak Anda.. =)