Saturday, 7 January 2012

Kerugian Harvard



Persepsi kita seluruhnya dikendalikan oleh pandangan kita hingga sering kali kita tidak melihat kebenaran, melainkan melihat apa yang kita ingin lihat.

Suatu hari, ada seorang nyonya berpakaian gingham (motif katun kotak-kotak) yang sudah pudar, bersama suaminya yang mengenakan jas rajutan rumahan, turun dari kereta di Boston, Massachusetts. Mereka berjalan dengan malu-malu. Lalu, tanpa membuat janji terlebih dahulu, mereka masuk ke ruang tunggu kantor presiden Universitas Harvard. Sekretaris presiden mengerutkan alis. Ia bisa tahu seketika bahwa pasangan dusun tertinggal seperti ini sama sekali tidak ada urusan di Universitas Harvard.


“Kami ingin menemui presiden,” kata pria tua itu dengan lembut.
“Beliau sibuk seharian,” tukas sekretaris itu dengan cepat.
“Kami akan menunggu, “ jawab nyonya itu. sekretaris itu tidak menggubris mereka selama berjam-jam, berharap pasangan itu akhirnya kecewa dan pergi, namun mereka tidak pergi juga. Sekretaris itu mulai frustasi dan akhirnya memutuskan untuk memberitahu sang presiden, meski hal ini adalah pekerjaan yang selalu tak disenanginya.

“Mungkin jika mereka melihat Bapak selama beberapa menit, mereka akan pergi,” ia memberitahu presiden Harvard. Presiden mendesah putus asa dan akhirnya mengangguk. Seseorang dengan status setinggi ini jelas tidak punya waktu untuk berurusan dengan tamu semacam ini, namun ia sangat membenci baju katun kotak-kotak dan jas rajutan rumah memenuhi ruang tunggu kantornya. Jadi sang presiden, dengan wajah kaku penuh martabat, melangkah tegap dan penuh gengsi ke arah pasangan itu.

Nyonya itu berkata kepadanya, “Putra kami pernah bersekolah di Harvad selama setahun. Ia sangat mencintai Harvard dan bahagia di sini, namun setahun yang lalu, ia meninggal dalam kecelakaan. jadi, saya dan suami saya hendak mendirikan monumen untuk mengenangnya di kampus ini.”

Presiden itu tidak terkesan, “Nyonya,” katanya ketus, “kami tidak bisa mendirikan patung untuk setiap orang yang pernah masuk ke Harvard dan meninggal. Jika seperti itu, tempat ini  akan jadi seperti pekuburan!”

“Oh, tidak, tidak,” nyonya itu buru-buru menjelaskan, “kami tidak ingin mendirikan patung. Kami pikir kami hendak menyumbangkan sebuah gedung untuk Harvard.”

Presiden itu memutar bola matanya. Ia melirik ke baju gingham dan jas rumahan lalu berseru, “Gedung? Apakah Anda tahu berapa biaya sebuah gedung? Kami sudah menginvestasikan lebih dari tujuh setengah juta dolar untuk mendirikan kampus ini!”

Untuk sesaat nyonya itu terdiam. Presiden merasa puas, ia bisa mengusir mereka sekarang. Nyonya itu kemudian berpaling ke suaminya dan berkata, “Jika Cuma segitu biayanya, mengapa kita tidak bikin universitas sendiri saja?” Suaminya mengangguk. Wajah presiden Harvard mengerut bingung dan kecut.

Tuan dan Nyoya Leland Stadford melangkah keluar dari sana, lalau pergi ke Palo Alto, California, tempat mereka mendirikan universitas yang kemudian dikenal dengan nama Stanford University, sebagai institusi untuk mengenang putra mereka.

kisah ini disebut “Kerugian Harvard”. Presiden Universitas Harvard melakukan kekeliruan akibat keburu menghakimi pasangan itu. berhati-hatilah dengan penilaian dan persepsi Anda.


dari buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, Ajahn Brahm (2011:192)

No comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar yapss!! biar saya tau jejak Anda.. =)