Thursday, 5 January 2012

Keamanan Informasi yang Menjadi Ancaman bagi Publik


Teknologi informasi berperan dan bertugas untuk menampung informasi dan menyebarluaskannya untuk konsumsi publik. Dengan kecanggihan teknologi informasi yang mengedepankan keakuratan dan kecepatan telah banyak membantu masyarakat dalam mencari dan menyebarkan informasi dengan mudah. Selain biayanya yang berangsur-angsur terjangkau, kini teknologi informasi yang berupa alat komunikasi dan yag terkhusus adalah internet dijadikan sebagai fasilitas utama oleh msayakat untuk membantu aktivitas ekonomi.    

Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang  kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains,teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lain. Perkembangan kemajuan teknologi informasi yang merambah pesat telah mempengaruhi beberapa bidang kehidupan.
Dengan banyaknya peran tersebut, berkat ide kreatifnya, masyarakat banyak yang memanfaatkan teknologi komunikasi sebagai sumber mata pencaharian. Kini usaha-usaha yang dirintis melalui offline telah merambah ke dunia online sehingga tidak banyak menguras teaga masyarakat karena mereka hanya cukup untuk bekerja di rumah, selebihnya internet yang menjalankan. Selain di bidang wirausaha, infromasi lain adalah meliputi informasi rekreasi ataupun hobi dan lain-lain.
Keistimewaan internet dalam bidang penyebaran informasi dan komunikasi juga menyimpan banyak kerugian yang bisa mempertaruhkan hak asasi manusia. Kemampuan internet bisa mempengaruhi beberapa pihak dan aspek kehidupan misalnya pemerintahan, sosila, pendidikan, jejaring sosial, agama bahkan kejahatan. Namun yang patut untuk diwaspadai adalah aspek kejahatan melalui internet.
Belum lama ini, tentu kita masih ingat dengan kasus Prita Mulyasari. Dengan lugasnya dia mencurahkan pendapat saran dan kritik atas sebuah instansi. Ternyata dibalik keterbukaannya yang di publis melalui internet di salah satu blognya ternyata membawa bencana untuk dirinya sendiri. Sangakaan telah mencemarkan nama baik suatu instansi, sehingga dia di dakwa dengan pidana. Sementara itu Kasus Ariel berada dalam wilayah privasi yang masuk ke ranah publik pada saat rekamannya “bocor” di internet, yang berakibat dikecamnya perilaku sejumlah selebritis karena telah berperilaku jauh di luar nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat.
Lain lagi Kasus Wikileaks yang  mengguncangkan dunia karena dengan sengaja dibocorkannya sejumlah dokumen penting intelijen ke ranah publik internasional melalui dunia siber yang membuat marah bangsa besar seperti Amerika Serikat dan sekutu setianya selama ini. Dan yang terakhir adalah polemik mengenai Kasus Blackberry yang berkutat pada pendapat perlu-tidaknya para pelaku bisnis/ekonomi yang memiliki pelanggan di Indonesia untuk menghargai “kedaulatan data” pelanggannya dengan cara membangun sejumlah fasilitas pusat data di tanah air, agar jika terjadi hal yang tidak diinginkan, dapat dilakukan proses mitigasi secara cepat.
Dari keempat kasus tersebut dapat dilihat bagaimana persoalan yang berada dalam ranah pribadi – yaitu pendapat individu seorang pelanggan rumah sakit, rekaman/koleksi pribadi seorang selebritis, korespondensi antar sejumlah intelijen, dan rekaman transaksi serta interaksi ataupun komunikasi antar pelanggan – ternyata tanpa disadarai telah bersinggungan dengan keberadaan Pancasila sila, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, di mana kadilan dalam kemanusiaan belum terlindungi atau aspirasi yang belum sepenuhnya terwadahi. Dalam waktu sangat cepat teknologi informasi dengan kasus yang demikian dapat memberikan pengaruh dan dampak signifikan ke dalam domain publik karena berbagai hal, mulai dari yang bersifat murni sosial-budaya hingga yang berbau kepentingan bisnis maupun politis. Pada saat inilah maka mulai terjadi “keresahan” publik akan dampak dari teknologi informasi dan komunikasi – terutama internet – yang sudah cukup lama diprediksi oleh sejumlah ahli yang dituangkan dalam berbagai tulisan mengenai dampak teknologi terhadap tatanan sosial kemasyarakatan.
Bagi sejumlah komunitas dan praktisi keamanan informasi (internet), keempat kasus besar yang terjadi tersebut dapat dianggap sebagai sebuah “blessing in disguise” dalam arti kata bahwa pada akhirnya pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat luas  perduli dan  “melek”  terhadap pentingnya menerapkan prinsip-prinsip keamanan informasi (dan transaksi) dalam kehidupan modern dewasa ini.
Sudah lebih dari dari lima belas tahun semenjak diperkenalkannya internet ke publik luas, terjadi euforia yang sedemikan besar  karena tingginya manfaat dan nilai dari keberadaannya – sementara pada saat yang sama hanya segelintir orang yang mencoba melihat dan perduli dari “sisi mata uang” satunya, yaitu resiko yang menyertainya kehadirannya. Secara prinsip, kedua hal tersebut merupakan sebuah paradoksial, karena semakin banyak orang menggunakan internet, maka akan semakin tinggi nilai dari internet tersebut akibat manfaat yang diberikannya, yang berarti pula akan semakin menarik perhatian para pelaku kejahatan yang ingin menguasai dan memanfaatkan “aset” berupa arena interaksi dan komunikasi publik yang berharga.
Untuk mencari jalan pemecahan terbaik, maka perlu dipilih strategi dan pendekatan yang jitu serta efektif, mudah diterapkan dan segera menghasilkan solusi yang solutif. Akan tetapi, agar strategi yang dipilih benar-benar memecahkan akar permasalahan yang ada, maka permasalahan harus dipandang secara utuh, holistik dan sistemik.
Menurut Ricardus Eko Indrajit, terkait dengan hal ini, ada tiga langkah utama yang layak untuk dijadikan pegangan dalam menghadapi fenomena keamanan informas. Pertama adalah sungguh-sungguh memahami mengenai perubahan mendasar yang tengah terjadi akibat perkembangan teknologi dan penerapannya di seluruh sektor kehidupan. Konvergensi(dua hal yang saling berkaitan) antara kemampuan teknologi dalam mendigitalisasikan (merubah suatu entitas menjadi bentuk format file digital atau elektronik) teks, suara, gambar, audio, serta video dan kesepakatan  komunitas global untuk mengembangkan format interaksi masyarakat dunia yang lebih terbuka tanpa hambatan melahirkan sebuah arena interaksi bebas yang nyaris tak terbendung maupun terproteksi. 
Alur data dan informasi dalam beragam format  – terlepas dari benar atau salah isinya  –secara mudah, bebas, dan cepat mengalir dari satu titik ke titik lainnya di bumi ini dengan biaya reproduksi dan redistribusi yang hampir mendekati nol. Fenomena ini adalah suatu keniscayaan, dan sudah cenderung sulit dikendalikan karena telah membentuk “hyper-network” atau jejaring raksasa kolektif yang tak dapat diatur oleh siapapun juga.  Kedua adalah berbasis dengan pemahaman di atas, mencoba  untuk  merubah pola pikir atau paradigma yang tadinya bersifat protektif-reaktif menjadi adaptif-preventif.
Dan ketiga adalah  bertindak atau berusaha untuk menerapkan sesuatu berdasarkan pola pikir dengan paradigma baru tersebut. Contohnya adalah sikap orang tua yang memutuskan untuk bekerjasama dengan ahli psikologi anak untuk menerapkan langkah-langkah tertentu agar mekanisme “self censorship” dapat tertanam dalam jiwa sang anak semenjak kecil hingga dewasa (pendekatan edukatif); atau “penanaman sugesti” pada para individu yang memiliki posisi strategis atau penting dengan pemikiran misalnya “anggap saja semua pembicaraan di telepon genggam dan interaksi di email telah disadap” sehingga sang pelaku senantiasa berhati-hati dalam bertutur kata serta melakukan percakapan jika terdapat konten yang bersifat rahasia dan penting untuk dibahas dan dikomunikasikan  (pendekatan sugesti); atau  memastikan untuk senantiasa melakukan proses penyandian (enkripsi) terhadap data atau file apa pun yang terdapat dalam hard disk  terkait (pendekatan  prosedural);  atau pengembangan desain teknologi yang “memaksa” individu untuk memiliki budaya mengamankan informasi seperti misalnya ATM yang “memaksa” nasabah bank untuk mengganti password-nya secara berkala agar dapat menggunakan pelayanan yang diberikan dari mesin tersebut (pendekatan teknologi); dan lain sebagainya.
Tahun 2011 sudah selayaknya menjadi tahun keamanan informasi di Indonesia, sebagai jawaban terhadap proses pembelajaran menghadapi berbagai kasus keamanan informasi yang dialami pada tahun 2010. Target akhirnya adalah meningkatan kualitas keamanan informasi di berbagai lembaga dan institusi kritikal, ataupun bisnis antar golongan.  Selanjutnya adalah pendekatan berbasis edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan keperdulian individu terhadap pentingnya memperhatikan dan melaksanakan praktekpraktek mengamankan informasi seperti melalui seminar, lokakarya, workshop, dan pelatihan atau pun melalui buku  bacaan, artikel, brosur, flyer, website, email/mailing list, situs jejaring sosial,  atau pun melalui televisi, radio, koran, dan media komunikasi massa lainnya. Lalu pendekatan politik, hukum, sosial, dan budaya misalnya dengan cara menegakkan hukum melalui penerapan peraturan dan perundang-undangan berlaku (mulai dari level  Peraturan Menteri hingga Undang-Undang), pemberlakuan peraturan khusus dalam sektor industri telekomunikasi dan informasi, pelaksanaan standar penerapan keamanan informasi bagi lembaga negara dan pemerintahan, pemberdayaan CSIRT/CERT yang telah beroperasi, pembentukan unit-unit pendukung penegakan hukum terkait, penuntasan penyusunan peraturan yang tertunda, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, setelah diterpa dengan berbagai kasus keamanan informasi di tahun lalu, maka sudah saatnya pada tahun kelinci 2011 ini proses pembelajaran dan pembenahan dilakukan. Peran perguruan tinggi, komunitas TIK, perusahaan keamanan informasi, pemerintah, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat sangatlah diperlukan mengingat masih belum banyaknya SDM dan organisasi yang memiliki sumber daya serta menguasai ilmu/konten terkait dengan keamanan informasi untuk disosialisasikan.
Prinsip “your security is my security” menggambarkan bahwa sosialisasi keperdulian dan pemberdayaan masyarakat dalam menerapkan budaya aman hanya akan berhasil jika masing-masing individu memulai mempraktekannya dari diri sendiri dan di lingkungan tempat yang bersangkutan berada serta beraktivitas.

#Referensi:


No comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar yapss!! biar saya tau jejak Anda.. =)