Bandel Vs Bos

Pada suatu hari!!! :D di pelajaran bahasa Indonesia ketika saya kelas dua SMA. Guru bahasa Indonesia saya bercerita tentang muridnya dahulu, ya sudah pasti muridnya sebelum saya terdaftar menjadi siswa di sekolah itu.

Beliau bercerita murid tersebut sangat nakal dan sering membuat onar bahkan menjadikan pikiran semua guru termasuk guru bahasa Indonesia saya tersebut strees berat. Banyak di antara guru-guru yang meyakini bahkan menyumpahi bahwa murid itu suatu saat tidak akan menemui yang namanya kesuksesan.

Namun, ternyata

semua berbalik arah ketika guru bahasa Indonesia saya tersebut benar-benar bertemu dengan murid yang dikenal bandel itu. Mengejutkan karena ternyata sosok muridnya dulu yang ia temui tidak dengan pakaian yang carut marut atau celana panjang yang lututnya bolong serta kalung rantai di lehernya akibat sumpah serapah yang dilontarkan para guru yang kesal terhadapnya. Melainkan dengan celana kain rapi serta kemeja yang bagus dan berdasi. Ternyata muridnya yang bandel dulu telah menjadi bos besar di salah satu perusahaan terkemuka di sebuah kota besar.

Nah, dari cerita tersebut akhirnya saya banyak mendapatkan pelajaran.

1.     Guru yang kurang bijaksana baru mengakui bahwa itu adalah muridnya ketika murid tersebut sukses. Padahal sukses si murid juga belum tentu peran besar si guru. Namun, guru tersebut berbangga hati telah bisa mendidik muridnya hingga sukses, meskipun itu belum tentu berlaku di mata murid atau orang lain. Sedangkan apabila murid tersebut menjadi narapidana walaupun murid itu dulunya adalah murid yang tergolong pintar, hanya segelintir saja guru yang berani mengakui bahwa itu muridnya. Ya, merekalah guru bijaksana yang berani mengakui itu.

2.   

Hal kedua yang bisa saya ambil hikmahnya adalah, ternyata murid yang benar-benar nakal dan sering membuat strees para gurulah yang senantiasa diingat. Untuk murid yang sekedar pintar, akan mudah untuk dilupakan karena hanya berbekal pintar tanpa kekreatifan.

3.     Dan cerita itu telah memberikan saya inspirasi. Sejenak saya berpikir ingin sekali seperti murid tersebut. Namun, itu hanya sebatas keinginan imajinasi saja. Selebihnya, semua yang saya lakukan, tetaplah saya seperti biasanya.