Thursday, 3 November 2011

cerpen remaja

BERLAKU SUDAH

Dulu pernah kau katakan
Bahwa kau inginkan cinta yang dapat
Sejukkan hatimu
Kuhanya tersenyum dan coba menatapmu

Tapi kini sering kau katakan
Sejuta alasan agar kau dapat pergi dariku

Kuhanya teriam dan coba berbisik hingga
Ke dasar lubuk hatimu
Dan kini kumengerti semua

Ternyata kau mendua
Hancurkan mimpi-mimpiku
Dan aku tak ingin lagi
Bersamamu....

Hidup ini hanya satu
Terindah tuk kau cintai
Kuharap kau tinggalkanku
Bersama kisah yang telah kita lalui
Musnahlah semua harapan
Tinggalkan semua impian
Selamanya...

By : Sir Rooney -ternyata kau mendua-

Satu lagu favoritku. Dari liriknya aku sudah bisa merasakan kesakitan batin pencipta lagu yang sangat luar biasa menyakitkan. Setiap kunyalakan radio kesayangan dan di channel kesayangan, lagu ini selalu kunantikan. Walau mencintai lagu ini, jelas aku tak pernah berharap orang-orang di luar sana merasakan juga kesakitan yang dialami pencipta lagu, termasuk aku. Seribu persen tak ingin sekali. Meski aku tak pernah mengalami, tapi aku tahu kalau sakit itu mendera-dera kepingan hati dan tak mungkin bisa terobati.
“sayang lagi di mana, ngapain?”
Satu pesan usai kuketik. Kucari daftar nama di phone book hapeku. “Adistra”. Ketemu. Main pencet dan pencet pada tombol hape, akhirnya terkirim juga.
Setiap setelah mendengar lagu itu, aku selalu mengirimkan pesan singkat ke cowokku. Atau bahkan menelponnya. Untuk sekedar menghibur diri dan memastikan bahwa hubunganku dengan cowokku yang sudah terjalin tiga tahun masih baik-baik saja. Tak menyentuh sedikit kisah dari lagu itu.
***
Enam jam yang lalu aku mengirimkan pesan singkat ke cowokku, hingga sekarang tak dapat secarik balasan. Mungkin lagi sibuk. Pikirku menghibur diri. Memang dia terlalu sibuk, menyelesaikan skripsi dari tiga bulan yang lalu membuatnya lupa dengan hape. Lupa dengan hape tak berarti lupa denganku. Begitulah kiranya jawaban dia setiap aku bertanya tentang perasaan. Setelah mendengar itu, aku tersenyum sendiri.
Kubuka hape, kucari pesan yang sedari tadi kukirimkan dan tak dapat balasan. Kupencet tombol demi tombol, pesan ketemu, kuforward, dan kukirim ulang. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali, bahkan hingga ke dua puluh kali pesan itu kukirim ulang. Begitulah caraku membuang kesal tak mendapat jawaban. Hingga tiga jam berlalu, pesan pun tak mendapat balasan.
Sehari berlalu, dua hari berlalu, tetap saja nihil. Aku masih biasa. Aku sudah terbiasa dengan keadaan yang seperti ini. Aku selalu berkata dalam hati. “Adistra sedang sibuk, dia butuh ketenangan untuk menyelesaikan semua skripsinya, itu semua juga demi aku.”
Dulu pernah kau katakan
Bahwa kau inginkan cinta yang dapat
Sejukkan hatimu
Kuhanya tersenyum dan coba menatapmu

Tapi kini sering kau katakan
Sejuta alasan agar kau dapat pergi dariku
Kuhanya teriam dan coba berbisik hingga
Ke dasar lubuk hatimu
Dan kini kumengerti semua

Ternyata kau mendua
Hancurkan mimpi-mimpiku
Dan aku tak ingin lagi
Bersamamu....

Hidup ini hanya satu
Terindah tuk kau cintai
Kuharap kau tinggalkanku
Bersama kisah yang telah kita lalui
Musnahlah semua harapan
Tinggalkan semua impian
Selamanya...

By : Sir Rooney -ternyata kau mendua-

Lagu itu kembali terdengar, masih di channel radio yang sama.
Kembali kuambil hape, kali ini bukan aku hendak mengirim pesan, melainkan langsung memencet digit-digit nomer hapenya dan tombol call kutekan keras. Hape ku sudah menyatu dengan telinga. Kurapatkan. Tanpa ada nada sahut-sahutan “tu..t.ttuut. tuuut” tanda telepon tersambung, sudah ada satu suara lain menyahut dari seberang. Suara yang tak asing di daerah pendengaran. Suara Adistra.
“yah, sayang!”, Adistra menyahut.
“sayang, lagi di mana?”
“di kampus.”
“sibuk banget yah?”
“maaf sayang, Adis sibuk. Kemarin SMS-SMS kamu nggak Adis balas, Adis nggak ada pulsa.” Suara Adis memelas.
“besok Adis main ke sana yah, kebetulan ada waktu luang.” Aku senang mendengarnya. Mudah-mudahan bukan janji semata.
“sungguh?”, tanyaku memastikan.
“bener!” Adis meyakinkan.
“aku tunggu yah!”
“okeh, hehe” diselingi cekikian tawa yang kurindukan.
***
Hari ini Adis sudah berada di sampingku. Dekat sekali denganku. Rasa cintaku tumbuh semakin tak menentu. Kebingungan mencari cela untuk tumbuh. Canda dan cekikikan tawa telah memenuhi ruang tamu rumah. Semua perasaan sayang,cinta,rindu juga sedikit kesal tertumpah ruah menjadi satu. Dan kesal itu, menyatu dengan debu, serta diterpa angin lalu. Sehingga tak mengusik ketentraman cintaku.
Kunyalakan radio, lagu favoritku –ternyata kau mendua- kembali terdengar. Aku dan Adis mendengarkan bersama. Adis menikmati nadanya. Sepertinya dia juga berbahagia.
“aku nggak pengen lagu ini berlaku buat aku.” Satu kalimat kubisikkan ke telinga Adis.
Adis tersenyum, “aku masih mencitaimu seperti dulu”
Aku lega. Bukan kata-kata yang terucap dari bibirnya yang aku yakini, melainkan tatap matanya yang begitu gesit menangkap hatiku yang membuatku tak bisa berpaling keperasaan yang lain. Aku sudah lama mengenalnya, jadi aku akan percaya dia sepenuhnya. Dia bukan cowok jalanan yang suka mengobral rayuan.
“aku pengen ke toilet dulu, Yang”.
Aku mengangguk, mengiyakan.
Adis segera menaruh hapenya di meja dan berjalan ke toilet.
Pandangan mataku terarah pada satu benda. Yang selama tiga tahun ini tak pernah kusentuh. Rasa penasaran pun tak pernah tumbuh untuk mengetahui segala isi dan essensi di dalamnya.
Benda itu berdering.
“angkat dulu aja Sayang!” suara Adis langsung menimpali, padahal aku belum berkata-kata.
Benda itu langsung kuraih, dan kupencet tombol hijau, dan kurapatkan dengan telinga.
“Sayang lagi di mana?”
Satu suara asing terdengar. Aku diam. Bisu, kaku, dan mati rasa. Serasa semuanya mengguncangkan badanku, mual, panas dingin, dan emosi bersatu padu. Satu benda yang juga tertanam indah di hatiku langsung memecahkan diri, musnah, dan binasa dalam waktu seketika.
“sayang, kok diam??”
Suara itu semakin menggebu. Mencari suara yang sebenarnya dinantikan.
Aku masih diam. Memastikan bahwa diriku baik-baik saja. Masih berharap lagu favoritku tidak berlaku untukku.
“Adiss..!! gimana sih,, kok diam?? Selingkuh yah??”
Hatiku bertambah hancur berantakan. Nama Adis disebutkan. Lagu itu ternyata juga berlaku untukku. Untuk penantianku.
Di dalam tubuhku sepertinya ada yang ingin keluar, dari pecahan hati yang sudah melebur, berantakan dan tak bisa dirapikan. Emosi beradu dengan kesakitan. Satu persatu isyarat hati yang lalu semakin mencemoohku. Dari balik mata, mutiara-mutiara bening sudah mengantre ingin mengeluarkan diri. Pelupuk mata semakin erat menghujat agar tak keluar, menahan dengan segala kekuatan. Bendungan semakin dikukuhkan.
“sayang, siapa yang telepon?”
Suara Adis terdengar. Dibarengi bunyi “kreek” pertanda pintu kamar mandi terbuka. Dibarengi pula mataku meluncurkan tetes-tetes mutiara.aku tak bisa menahan bendungan untuk mencegah luapan air mata.
Adis terkesiap. Segera meraih benda itu dari tanganku yang terus bersuara “Adiiissss!!!!!!” sedari tadi. Adis memencet tombol merah pada benda itu, dan segera memelukku erat. Dan ragaku, sudah merasakan rasa yang lain dari pelukan itu, tak seperti dahulu. Sepertinya sisa-sisa cinta sudah terbawa di separuh lirik lagu favoritku. Lagu itu berlaku juga untukku.
Ternyata kau menduaa
Hancurkan mimpi-mimpiku
Dan aku tak ingin lagi
Bersamamu....

Hidup ini hanya satu
Terindah tuk kau cintai
Kuharap kau tinggalkanku
Bersama kisah yang telah kita lalui
Musnahlah semua harapan
Tinggalkan semua impian
Selamanya...

***

Sidoarjo, 16 Juni 2011

No comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar yapss!! biar saya tau jejak Anda.. =)