Friday, 2 December 2011

Motivasi dari Si Amin



Entah disadari atau tidak, ternyata banyak sekali ruang-ruang yang menampung jutaan inspirasi dan motivasi. Tidak perlu dari mereka yang berpendidikan tinggi, tidak perlu dari mereka yang kaya raya atau dari mereka yang seorang dai. Pengetahuan dan kekayaan atau intelektual belum menjamin untuk bisa dijadikan sebagai motivator untuk terus menjalani hidup. Misalnya saja si Amin, penjual kerupuk yang tengah terengah-engah di pinggiran trotoar kota. Dia tak hanya terengah karena lelah, tapi terengah dengan genangan airmata. Ketika ditanya alasannya menangis, bocah berumur delapan tahun itu menjawab dengan getaran di bibirnya, takut tidak bisa membelikan ibunya makan hari ini. Takut besok tidak bisa memberi uang lima ribu untuk biaa iuran sekolah adiknya yang masih TK.



Sedih, ya pasti. Kenyataan demikian membuat pahit. Bagaimana seorang Amin kecil sebegitu tinggi kasih sayang dan kepeduliannya. Pendidikan itu penting, katanya. Kemudian melanjutkan lagi, karena penting dan saya tidak sekolah maka dari itu saya ingin adik saya sekolah supaya pintar. Lanjutnya mantab.

Memang benar. Bertemu dengan bocah seperti Amin membuat kita berpikir berkali-kali. Amin kecil saja yang menskipun tidak pernah menginjak bangku sekolah, ia tetap bisa bertahan hidup. Bahkan menanggung dua nyawa sekaligus, ibu dan adiknya. Lalu, kita sebagai seorang yang katanya memiliki intelektual berkualitas lulusan perguruan tinggi yang mentereng namanya, masih saja menemui kesulitan untuk mencari pekerjaan. Bangku sekolah memanglah bukan pilihan mutlak untuk belajar. Namun, dari kehidupanlah kita belajar. Teori bisa kita dapatkan di sekolah, akan tetapi untuk kita yang tidak berkesempatan duduk di bangku sekolah, jangan pernah murung dan rendah diri. Masih banyak cara untuk meraih ilmu.

Meskipun berhenti sekolah, bukan sebaiknya kita putus asa, namun justru harus bangkit. Kehidupan terus berjalan, biarkan sekolah kita terhenti. Sebaiknya kita terus melangkah, merenungi apa yang sudah kita dapatkan. Masih banyak Amin-Amin lain yang lebih payah keadaannya dari kita semua. Namun, untuk kita yang mengenyam pendidikan, apa yang bisa kita lakukan untuk para Amin itu, jika Amin saja yang baru delapan tahun bisa mempertahankan sekolah adiknya  dan mencukupi kebutuhan keluarga meskipun dengan cara yang jauh dari sederhana alias serba pas-pasan?

No comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar yapss!! biar saya tau jejak Anda.. =)